Rabu, 10 Juni 2015

KELAHIRAN BAHASA MANUSIA



TEORI KELAHIRAN BAHASA



Ketika manusia terlibat dalam komunikasi, ia membutuhkan bahasa. Kenyataan membuktikan bahwa di dunia ini ditemukan jutaan bahasa yang dipakai sebagai media komunikasi antarmanusia. Perbedaan bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat membangkitkan kesadaran bahwa  bahwa itu bukan sesuatu yang muncul begitu saja melainkan dilahirkan dalam dan melalui proses yang panjang. Karena itulah, muncul berbagai pandangan dan kajian teoretis berhadapan dengan perbedaan bahasa di antara manusia. Beikut ini disajikan gambaran atau teori tentang asal-usul bahasa di antara manusia.
 
1. Beberapa Teori Tradisional
Asal usul bahasa adalah aspek yang paling banyak dipertentangkan hingga hasil studinya pun tidak memuaskan, karena para penyelidik sulit mencapai kesepakatan tunggal. Bagaimana mulai ada bahasa? Ada tersedia beberapa teori asal bahasa, ada yang lucu, ada yang aneh, ada yang berbau ilmiah. Pada tahun 1866 masyarakat linguis Perancis melarang mendiskusikan asal usul bahasa karena itu hanya spekulasi yang tiadak ada artinya.

Penyelidikan antroplogi telah membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan primitif menyakini keterlibatan Tuhan, Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa. Tuhanlah yang mengajarkan Nabi Adam nama-nama sebagaimana temaktub dalam kitab kejadian sebagai berikut:

And the Lord God having formed out of the ground all the beasts of the earth, and all the fowls of the air, brought them to Adam to see what he wold call them; for whatsoever Adam called any living creature the same is its name.
Dikatakan pula manusia diciptakan secara simultan, dan pada penciptaan ini pula dikaruniai ujaran sebagai anugrah Illahi, dan di surga Tuhan berdialog dengan Nabi Adam dalam bahasa Yahudi. Sebelum abad ke-18 teori-teori asal bahasa ini dikategorikan divine origin (Berdasarkan kepercayaan).

Pada abad ke-17, Andreas Kemke, seorang ahli filologi dari Swedia menyatakan di surga Tuhan berbicara dalam bahasa Swedia. Nabi Adam berbahasa Denmark, sedangkan naga berbahasa Perancis.

Cerita di Mesir lain lagi. Pada abad ke-17 SM raja Mesir, Psammetichus mengadakan penyelidikan tentang bahasa pertama. Menurut sang raja kalau bayi dibiarkan ia akan tumbuh dan berbicara bahasa asal. Untuk penyelidikan tersebut diambilah dua bayi dari keluarga biasa, dan diserahkan kepada seorang pengembala untuk dirawatnya. Gembala tersebut dilarang berbicara sepatah kata pun kepada bayi-bayi tesebut. Setelah sang bayi berusia dua tahun, mereka dengan sepotan menyambut si gembala dengan kata ”Becos!”. Segera si penggembala tadi menghadap Sri Baginda dan diceritakannya hal tersebut. Psammetichus segera menelitinya dan berkonsultasi dengan para penasehatnya. Menurut mereka becos berarti roti dalam bahasa Phrygia; dan inilah bahasa pertama. Cerita ini diturunkan kepada orang-orang Mesir Kuno, hingga menurut mereka bahasa Mesirlah bahasa pertama.

Kaisar Cina T’ien-tzu, anak tuhan, katanya mengajar bahasa pertama kepada manusia. Ada juga versi lain, seekor kura-kura diutus Tuhan membawa bahasa (tulisan) kepada orang-orang Cina. Di Jepang pun bahasa pertama dihubung-hubungkan dengan Tuhan mereka, Amaterasu. Orang-orang Babilonia pun percaya bahwa bahasa petama berasal dari Tuhan mereka, Nabu. Brahmana mengajarkan tulis menulis kepada ras Hindu. Dan masih banyak cerita-cerita yang bernada sama dengan berbagai kebudayan dahulu.

Pada bagian akhir abad ke-18 spekulasi asal usul bahsa berpindah dari wawasan keagamaan, mistik, takhayul ke alam baru yang disebut organic phase (pase organic). Pertama dengan terbitnya Uber den organic phase (On the Origin of language) pada tahun 1772, karya Johann Gottfried Von Herder (1744-1803), yang mengemukakan bahwa tidaklah tepat bahasa sebagai anugrah Illahi. Menurut pendapatnya: bahasa lahir karena dorongan manusia untuk mencoba-coba berfikir. Bahasa adalah akibat hentakan yang secara insting seperti halnya janin dalam proses kelahiran. Teori ini bersamaan dengan mulai timbulya teori evolusi manusia yang diprakarsai oleh Immanuel Kant (1724-1804) yang kemudian disusul oleh Charles Darwin.

Menurut Darwin (1809-1882) dalam Descent of Man (1871) kualitas bahasa manusia dengan bahasa binatang berbeda dalam tingkatannya saja. Bahasa manusia seperti halnya manusia itu sendiri berasal dari bentuk yang primitif., barangkali dari ekspresi emosi saja. Sebagai contoh perasaan jengkel atau jijik telahirkan dengan mengeluarkan udara dari hidung dan mulut, tedengar sebagai “Pooh” atau “Pish” !. Namun Mark Muler (1823-1900) ahli filologi dari Jerman tidak sependapat dengan Darwin, teori ini disebut dengan pooh-pohh theory. Teori Darwin juga tidak disetujui oleh para sarjana berikutnya termasuk Edward Sapir (1884-1939) dari Amerika.
Mark Muler memperkenalkan Dingdong Theory atau disebut juga nativistik theory. Teorinya sedikit sejalan dengan yang diajukan socrates bahwa lahir bahasa secara ilmiah. Menurut teori ini manusia mempunyai kemampuan insting yang istimewa untuk mengeluarkan ekspresi ujaran bagi setiap kesan sebagai stimulus dari luar. Kesan yang diterima lewat indra, bagaikan pukulan pada bel hingga mengeluarkan ucapan yang sesuai. Kurang lebih ada empat ratus bunyi pokok yang membentuk bahasa pertama ini. Sewaktu orang primitif dulu melihat seekor srigala, pandangan ini menggetarkan bel yang ada pada dirinya secara insting sehingga terucaplah kata ”Wolf” (serigala). Muller pada akhirya menolak teorinya sendiri.

Teri lainnya disebut Yp-he-ho Theory. Teori ini menyimpulkan bahwa bahasa primitif dahulu bekerja sama. Kita pun mengalami kerja serupa, misalnya sewaktu mengangkat kayu kita secara spontan bersamaan mengeluarkan ucapan-ucapan tertentu, karena dorongan tekanan otot. Demikian juga orang primitif jaman dulu, sewaktu bekerja tadi, pita suara mereka bergetar sehingga telahirlah ucapan-ucapan khusus untuk setiap tindakan. Ucapan-ucapan tadi lalu menjadi nama untuk pekerjaan itu seperti Heave (angkat), rest! (diam) dan sebagainya.
Tori yang agak bertahan Bow-wow Theory, disebut juga Onomatopoetic atau Echoic theory. Menurut teori ini kata-kata yang pertama kali adalah tiruan terhadap guntur, huja, angin, sungai, ombak samudra dan lainnya. Mark Muller dengan sarkastis mengomentarinya bahwa teori ini hanya berlaku pada kokok ayam dan bunyi itik, padahal kegiatan bahasa banyak terjadi di luar kandang ternak.

Bagaimanpun sedikitnya prosentase kata-kata tersebut, kita tidak mengingkari adanya kata-kata itu. Dalam bahasa inggris ada kata-kata bable, rattle, hiss, cuckoo, dan sebagainnya. Kosa kata dalam bahasa Indonesia juga memilki kata-kata seperti itu: menggelegar, bergetar, mendesir, mencicit, berkokok dan sebagainya.

Teori lainnya lagi disebut gesture theory, yang mengatakan bahwa isyarat mendahului ujaran. Para pendukung teori ini menunjukan penggunaan isyarat oleh berbagai binatang, dan juga sistem isyarat yang dipakai oleh orang-orang primitif. Salah satu contoh adalah bahasa isyarat yang dipakai suku Indian di Amerika Utara. Sewaktu berkomuikasi dengan suku-suku lain yang tidak sebahasa.

2. Pendekatan Modern
Manusia itu tercipata dengan perlengkapan fisik yang sangat sempurna hingga memungkinkan terjadinya ujaran (kemampuna berbahasa). Namun ujaran bukan hanya kerja organ fisik. Dalam proses ujaran, faktor-faktor psikologis pun terlibat. Sebagai contoh kita banyangkan satu telaga jernih yang dikelilingi pepohonan rindang yang dimukimi burung-burung dan marga satwa lainnya. Bagi seseorang mungkin telaga tadi membahayakan, bisa saja meneggelamkan, mematikan. Bagi yang lain mungkin telaga tadi jadi sumber kehidupan bagi anak istrinya. Mungkin ikannya banyak. Bagi yag lainnya mungkin merupakan sumber ilham, bisa dijadikan tempat untuk beristirahat, melemaskan otot-otot sambil menuggu kejatuhan inspirasi. Dalam batin ketiga orang ini ternyata ada kesan psikologis yang berbeda. Kesan-kesan ini mesti diucapkan dengan ujaran. Dengan perkata lain kesan-kesan ini mesti diungkapkan dengan simbol vokal, hingga terucapkan kata-kata umpamanya: bahaya, ngeri, dalam, dingin, menenggelamkan, hanyut, arus dan sebagainya; banyak ikan, bagus , luas, dan sebaginya; indah, dingin, sepoi-sepoi, ayem, tentram, sejuk, leluasa, damai, sumber ilham dan sebaginya.
Dari cintoh-contoh di atas west menyimpulkan :

Speech, as language, is the result of man’s ability to see phenomena symbolically and of the necessity to express his symbols¬¬1
(= ujaran , seperti halnya bahasa, adalah hasil kemampuan manusia untuk melihat gejala-gejala sebagai simbol-simbol dan keinginannya untuk simbol-simbol itu)

Kini para ahli atropologi menyimpulkan bahwa manusia dan bahasa berkembang bersama. Manusia itu ada di bumi kurang lebih satu juta tahun lamanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembanganya menjadi Homo Sapien juga mempengaruhi perkembangan bahasanya. Bentuk tubuh yang tegak, mata yang berbentuk stereoskopis dan celebra cortex yan tidak ada pada hewan lain telah banyak membantu evolusi manusia. Perkembangan otaknya merubah dia dari agak manusia menjadi manusia sesungguhnya. Mereka kini mempunyai kemampuan untuk menemukan dan mempergunakan alat-alat dan mulailah ia bicara.

Ada juga yang mengatakan bahwa perkembangan bahasa manusia sama seperti halnya perkembangan bahasa bayi berkembang menjadi dewasa. Otto jespersen (1860-1943) melihat adanya persamaan antara bahasa bayi dan manusia dahulu. Bahasa manusia pertama hampir tidak mempunyai arti, seperti lagu saja sebagaimana ucapan-ucapan bayi. Lama kelamaan ucapan-ucapa tadi berkembang menuju kesempurnaan.

Lalu ada persolaa lain. Apakah bahasa itu lahir karena keinginan berkomunikasi dengan anggota masyarakat sosial atau karena dorongan individu, yaitu faktor psikologis di atas? Jadi bahasa dulu atau masyarakat dulu? Kalau mereka tidak hidup dalam masyarakat, maka bahasa tidak akan pernah lahir, tapi bagaimana hidup tanpa bahasa? Kini pertanyaannya seperti pertanyaan klasik, telur dulu atau ayam dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar